Johan Rosihan Sesalkan Ketidakhadiran Mendag dalam Raker Gabungan DPR

Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan saat menghadiri Rapat Kerja Gabungan antara Komisi IV, Komisi VI dan Komisi VII DPR RI bersama Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Foto : Oji/mr
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menyesalkan ketidakhadiran Menteri Perdagangan pada Rapat Kerja Gabungan antara Komisi IV, Komisi VI dan Komisi VII DPR RI bersama Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, yang membahas sejumlah agenda penting seperti efektivitas neraca komoditas dalam pengendalian harga pangan pokok, dan juga yang paling aktual membahas neraca pangan, kenaikan harga dan kesiapan pangan dalam menghadapi bulan puasa yang diselenggarakan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
“Rapat ini sudah beberapa kali diagendakan dan terus diundur akibat ketidakhadiran Mendag yang seharusnya bertanggung jawab terhadap berbagai kemelut harga pangan yang begitu meresahkan masyarakat,” tukas Johan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Oleh karena itu, ia mendorong Pimpinan DPR untuk memenuhi janjinya pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan IV, pada Selasa (15/3/2022), agar dapat memanggil paksa atau secara tegas mengusulkan ke Presiden Jokowi agar Mendag ditegur. Üntuk mengurai berbagai kemelut dan persolan pangan yang cukup kompleks dan terkait lintas sektor, Johan mendorong pimpinan DPR RI untuk segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) tentang Pangan.
"Hal ini penting agar semua persoalan tata Kelola pangan dapat dibuka seterang-terangnya, siapa saja yang bermain, dan berbagai hal penting dapat diungkap dengan pembentukan pansus pangan ini," terang politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Johan menyatakan, fluktuasi harga pangan yang tidak terkendali dalam 2 tahun terakhir menunjukkan ada persoalan serius dalam tata niaga pangan nasional, seperti melonjaknya harga daging sapi, gula, kedelai, telur, minyak goreng dan lain-lain yang hal ini disebabkan karena ketergantungan impor dan pendekatan urusan pangan yang didominasi kepentingan bisnis besar dan tidak berpihak pada kepentingan petani dan UMKM.
Ia menilai, neraca komoditas tidaklah efektif dalam pengendalian harga pangan pokok karena secara teori, papar Johan bahwa stabilitas harga pangan sangat ditentukan oleh kebijakan produksi dan kebijakan harga. “Karena itu yang mesti diprioritaskan adalah peningkatan produksi dan produktivitas pangan," ujarnya seraya menyesalkan faktanya dari sisi anggaran saja selalu dilakukan pemotongan anggaran Pertanian sehingga target produksi selalu lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Legislator dapil NTB I itu menjelaskan, penerapan neraca komoditas pangan memang dapat memberikan kepastian bisnis dalam pengadaan bahan baku karena dapat menghitung kebutuhan dan ketersediaan stok akhir, namun menurutnya penerapan sistem nasional neraca komoditas tidak boleh hanya untuk keperluan impor pangan sebab dalam hal produksi dalam negeri meningkat dan bisa mendukung pasokan bahan baku maka kebijakan impor tidak perlu dilakukan.
"Melalui rapat gabungan ini, dirinya ingin menyampaikan pesan penting bahwa peningkatan impor pangan akan mengganggu kemandirian pangan nasional, maka kebijakan peningkatan produksi pangan dari dalam negeri yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam sistem pangan nasional. Ketergantungan bahan pangan dari negara lain merupakan kelemahan yang harus segera diatasi," cetus Johan.
Selain itu, Johan juga meminta kepada semua menteri yang hadir untuk mewaspadai Inflasi pangan pada tahun 2022 yang diprediksi lebih tinggi, “Gejolak harga pangan tahun 2022 diperkirakan bergerak lebih tinggi dibandingkan 2021, hal ini disebabkan kenaikan konsumsi masyarakat yang belum diimbangi dengan perbaikan rantai pasok yang membuat harga pangan terus bergejolak meskipun pasokan memadai," tutup Johan. (dep/sf)